Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Puisi

Pelukan Hangat, Kenangan yang Membeku

Aku merenung dalam sunyi, mengakui hati yang terluka, Dada ini sesak, es dingin membelenggu, rasa tak terbuka. Meski amarah berusaha melebur beku yang menyiksa, Air mata pun tak mampu, sesak tetap saja menguasa. Kadang kulepas seseorang, tanpa pesan atau kata, Hilang begitu saja, tanpa alasan yang terungkap nyata. Mungkin kini mereka rasakan, apa yang kurasakan sendiri, Baru kusadari saat ini, saat posisi kita terbalik nanti. Bukan tanpa alasan, diri ini terbelenggu penyesalan, Meratapi kesalahan, dalam diam dan keheningan. Satu pertemuan, segalanya tampak sempurna, Kehadiranmu, kehadiranku, tanpa ada yang menolaknya. Semalaman kujaga, agar tidurmu lelap tanpa gangguan, Dalam dekapan, dalam selimut hangat pelukan. Mungkin kau tak nyaman, atau mungkin juga tidak, Kau balas pelukanku, erat, hangat, tak ingin lepas lagi. Namun kini semua hilang, hanya tinggal kenangan, Bagaikan kapal yang menolak untuk berlayar jauh, Berusaha lepas dari jangkar, namun tetap saja terikat. Maafkanlah, Jika

Tumpah

 Akhir-akhir ini mendung membuatku sangat cemburu Bagaimana tidak, meskipun dirutuki banyak orang karena gelapnya yang membuat panik Tirai gelapnya tetap anggun bergelantungan seakan tak ada yang mampu menjamahnya Akhir-akhir ini aku mengaca pada awan-awan hitam Mereka yang tegas bertengger Membuat beberapa manusia berjaga-jaga kapan saatnya basah tiba Tetap saja, mereka tanpa ragu menangis sejadi-jadinya Bahkan terkadang disertai tarian cahaya yang menggelegar Yang terkadang mengejutkan jiwa-jiwa yang tengah termenung Mereka tanpa ragu membasahi apa saja dibawah mereka Menyelesaikan beban yang menggantungi mereka Dan tetap tumpah hingga semua reda Mampukah aku demikian? Menjadi aku yang menyelesaikan gantungan beban Tumpah hingga reda

The Quest for True Love

 In the quiet corners of a lonely heart, A quest begins, a journey to impart. Searching for a love that's pure and true, In the echoes of a world that feels askew. Through tangled streets and shadows deep, A soul roams on, in hopes to keep, The promise of a love that's meant to be, Yet, finding solace in a loveless sea. The stars above, silent witnesses they become, To tales of heartaches, to a love undone. In the tapestry of time, threads unwind, A wistful longing, a love to find. Whispers of love in the autumn breeze, Carry the weight of unspoken pleas. Footprints left on the shores of despair, Yet, still, the heart continues to care. In crowded rooms and empty spaces, Yearning for love in all the wrong places. Fleeting glances and moments shared, Yet, a sense of emptiness lingers, bared. True love, a riddle wrapped in mist, A puzzle unsolved, a yearning twist. Will it be found in a stranger's gaze, Or lost forever in life's tangled maze? So the journey goes, with a h

Senja

Senja Senja menjadi pemeluk paling nyaman Ketika lelah menyapa kepulangan Menjadi cara melepas penat Semua harap yang bergerak cepat Senja menjadi sambutan paling indah Pada malam yang kian merekah Menjadi pengantar cerita samar Sang penulis yang berdebar - debar Senja ialah lambang kerinduan Akan harapan menjadi keraguan Menjadi pengingat tentang rasa Perihal kita yang semestinya bahagia

Untuk: Asa Yang Pernah Ku Harap

Padamu dulu, ku sematkan setiap doa Untuk bertumbuh dan berbunga, Berharap ada hari kita menua Menyesap nikmat dan bahagia. Padamu dulu, ku pendam segala emosi Agar tak sekedar menuntut dipenuhi, Menahan diri agar tak melukai Meski harus terluka sendiri. Padamu kini, ku coba beri makna Tentang kepergian yang tak ku sangka Tentang aku yang masih menduga, Pada sepasang kaki yang menolak bersama. Padamu kini, ku kirimkan janji Hati yang ku jaga sendiri Rasa yang ku tolak kembali Untuk menjaga asa yang ku hargai. Kepada semesta, ku semogakan segala harap untuk asa ini agar sepi, berhenti dan berbenah diri. -topengmalam-

Untuk: Semesta

Kusatukan jemariku sambil ku memejam Merapal kata, kutujukan pada semesta Aku percaya semesta punya caranya, Untuk menjadikan irama kita sama Mungkin sekadar sama, Pun aku tak keberatan untuk bersama Aku percaya semesta punya cara, Menerima rangkaian kata dalam doa Yang kutujukan pada seseorang disana Untuk sekadar mendengar doa, Menerimanya dan mewujudkannya Aku percaya semesta punya cara, Mendewasakan nurani dan akal kita Yang sedang mencoba menahan kata Menunggu saat yang tepat untuk berkata Atau sekadar bersiap untuk saling terluka Ku tutup kata untuk semesta, Perihal harap yang kusemogakan nyatanya Dari aku yang sedang menunggu kata - kata -topengmalam-

Tentang

Tentang dua guratan nyawa yang menolak menyatu, Kepada semesta aku mengadu. Tentang dua pasang mata yang menolak temu, Kepada semesta aku bertumpu. Tentang ruang diantara diam mulutku, Kepada semesta mulutku sendu. Tentang aku dan diriku selain kamu. -topengmalam-

Kembali sejenak

Bisakah kita kembali sebentar saja? Menyelesaikan semuanya dengan baik Agar tak ada dari kita yang pergi dan terluka Atau ditinggalkan dan merana Kembali sejenak sebagai jiwa yang siap merela Membagi emosi dengan bijak Agar beban menjadi lega Aku tidak tahu kapan aku siap menemuimu Mengatakan aku sudah baik baik saja tanpamu Atau sekedar kebetulan kebetulan yang semesta cipta Untuk menguji hati apa sudah siap dicobai

Semesta

Biarlah semesta menyampaikan maknanya Merapalkan kata tak terduga Yang selalu gagal aku cerna Semesta bekerja dengan cara kesukaannya Memainkan detak jantungku Sesaat sebuah nama dimunculkan dalam kepalaku -topengmalam-

Aku masih menginginkan seseorang

Aku bukan sedang tak menginginkan siapapun Aku hanya tak menginginkan luka Yang aku sadari hadirnya bersamaan Dengan waktu yang membawaku meletakkan hati pada seseorang Jadi ini bukan soal orangnya Tapi luka yang nantinya ada Entah ketika realita menghujam ekspektasi dengan ketidakmampuannya memenuhi janji Atau sekedar ditinggalkan sesaat setelah langkah rehat dari berjuang Aku tetap menginginkan seseorang Yang berjanji bukan untuk tidak melukai Tapi berjanji ketika melukai akan mencari cara untuk mengobati Karena berkelana mencari rumah itu lelah Beradaptasi dengan tempat tinggal baru selalu tidak mudah Dan bagiku itu susah Maka jika aku sudah menemukanmu sebagai rumah Ijinkan aku menetap Atau aku akan kehilangan rumah Selamanya -topengmalam-

Rindu

Rindu itu racun bagi nurani Yang mencoba melupa memori Menyita harap Yang sedang dipaksa lelap Aku bukan lagi merindu Tapi sedang mengharap dalam haru Menumbuhkan harap patah Ditengah jiwa yang lelah Ternyata merindu itu kesalahan Bagi mereka yang patah dan terabaikan Merindu dan tak dirindu itu sendu Merindu dan dirindu hanyalah halu Jamahan angin ditelingaku berbisik Mengingatkanku agar tak berbalik Nalarku kelu mengingat rindu Nurani merajuk meminta kamu Dari lelaki patah yang merindu namun tak dirindu -topengmalam-

Perihal Menunggu

Rotasi waktu tak pernah mau menunggu Putarannya konstan tak terhalang barang satu Menunggu itu menanti waktu Berharap temu yang diselimuti ragu Raga dan Jiwa ku seakan dibiasakan menunggu Menunggu itu tentang komitmen ku terhadap waktu Aku yang menjanjikan temu Kepada ragu Ragaku agaknya kecut Pada tak acuhnya dirimu Terhadap waktu Padahal kau tahu Ia tak pernah mau menunggu Tak ada yang benar - benar berhenti Bahkan menunggu pun aku tak berhenti Nuraniku liar mencari Akal ku pun tak kalah mendominasi Menggagahi pikirku agar pergi Tahukah dirimu perihal menunggu? Perihal ragu Perihal melagu selagi menunggu Perihal tentu yang semu Mereka yang tak acuh akan waktu Semoga tak dibuatnya malu Kala waktu bergegas melaju Meninggalkan ragu mu yang bisu Semoga kelak kau cakap memahami waktu Menyelami tiap raga yang mau menunggu Raga yang pikirnya kukuh Kendati di hajar terjangan ragu Jangan mengundang waktu yang tak mau menunggu D

Bahagia dan Duka

Kali ini aku terbangun di sudut pikirku Banyak kalimat yang sedang bersandar Seolah bangkit enggan diam pun segan Tak kutemui terang yang biasa dipanggil bahagia Begitu juga gelap yang dipanggil duka Aku mengitari pikirku Aku mencari satu diantara mereka berdua Sekali lagi aku tersesat Ada yang sengaja menghilangkan mereka Menjadikan pikirku datar Tak mau memilih untuk berbuat apa Aku merasakan nyeri disekujur tubuhku Bukan nyeri karena sakit atau apa Rasa itu datang ketika aku mengingat duka Tubuhku tiba tiba mematung Tak sanggup lagi berdiri Menahan awan yang ingin memuntahkan hujan Aku merasakan ada sesuatu yang meledak ledak dalam perutku Ledakan itu begitu besar Hingga mampu membuat sudut bibirku terangkat naik Ledakan itu datang ketika aku mengingat bahagia Tubuhku melonjak lonjak girang Hingga aku terjatuh dalam sadar Aku kehilangan mereka Tak ada tawa dan tangis Tak ada suka dan duka Jika kau berkenan, kembalilah Beri tahu aku bagaimana bahagia Lalu

Terbanglah

Mungkin sebaiknya memang seperti ini. Mengenalnya, menyayanginya, lalu melepaskannya. Mungkin dia seekor burung yang diijinkan Tuhan datang untuk menghiburku sejenak, dan mencoba meyakinkanku bahwa kehidupanku begitu luar biasa baik. Burung itu mengajarkanku untuk mengasihi diri sendiri terlebih dahulu sebelum mengasihi oranglain. Ingat, terlebih dahulu bukan lebih banyak. Ini artinya aku harus siap untuk menerima kekurangan dan kelebihan diriku sendiri. Mengerti dan mengenal siapa aku, sebelum berusaha mengerti dan mengenal oranglain. Kedatangan burung ini begitu singkat, aku bahkan belum sempat memeluknya erat tapi dia sudah meminta ijin untuk terbang kembali. Aku ingat dia hanya hinggap ditanganku dan menggenggamnya erat dengan cakar cakarnya. Anehnya itu tidak pernah membuat tanganku terluka, malah aku menemukan kehangatan disana. Aku kira burung ini tidak hanya hinggap lalu pergi begitu saja, aku berharap dia menetap dan selalu menemaniku. Tapi sepertinya bukan itu tujuannya d

Perkara Rumah, Pergi, Kembali dan Senja

Pergi Kini kau tahu bukan Bahwa dia tidak pernah memaksa mendobrak pintumu untuk masuk kedalam ingatanmu Tapi kau, engkau yang malah memaksa keluar, yang mendobrak pintumu sendiri Kau yang memilih keluar dan berkelana mencarinya Tanpa kau sadari bahwa hujan dimatamu sudah begitu deras Matamu sudah hujan Kau memaksa untuk pergi dari tempatmu Mencari dia, mencari tempat dia tinggal Kau berhujan-hujan Berharap dia memberimu tangan untuk menyeka matamu yang hujan Tapi kau sudah tahu Kau sudah tahu semenjak kau masih di tempatmu Kau sudah tahu saat kau putuskan melangkah keluar Kau tahu jawabannya Kau tahu apa yang akan kamu dapati ditempatnya Bahwa sejauh apapun kamu pergi Selarut apapun kau datang ditempatnya Sekuyup apapun basahmu Kau tahu dia tak akan berniat Barang menoleh saja tidak Bahkan hanya untuk mendengar langkahmu pergi Kini pulanglah Ketempat asalmu Yang sudah merindu hadirmu Sejauh apapun kau telah pergi Selarut apapun kau

Nyata/Khayal

Kau … Aku yakin bukan untuk jadi nyataku Aku yakin hanya untuk khayalku Aku … Aku yakin bukan untuk jadi nyatamu Bahkan tidak layak jadi khayalmu Kita … Aku yakin tidak akan ada kita Di nyata pun khayal  mu

Di Tepi Ini, LAGI!

Disini aku berdiri, lagi Setelah aku bangkit dari dalamnya lubang itu A ku melihat kedalam sana Mengingat betapa dalamnya aku terjatuh Lalu aku pergi menjauhi lubang itu Tapi kini aku kembali berdiri Ditepian sudut ini Yang pernah membuatku jatuh tak berdasar Aku kembali disini H ati ini merasakanmu didalamnya Kamu yang lain , kamu yang bukan lagi dia Aku bergetar saat menatap tempat ini Aku masih ingat betapa sakitnya aku didalam sana Tapi aku kembali Aku serasa ingin terjatuh saja Aku ingin menjatuhkan rasa ini dalam tempat ini lagi Dan berharap ada kamu dibawah sana untuk menangkapku Tapi aku hanya takut Takut yang kuinginkan hanyalah khayalan Takut aku akan sendirian terjatuh lagi Dan engkau yang ku inginkan Menjauh seperti yang sudah-sudah R agamu menjauh sesaat setelah telingamu mendengar rasa ku Matamu berpaling dari mataku Suaramu menghilang dari pendengaranku Itulah men gapa aku berhenti di tepian ini Aku hanya sungkan

Aku Lupa

Aku Lupa Aku masih begitu ingat, perasaan yang biasa saat pertama ku bertemu denganmu Aku ingat bagaimana ekspresiku, aku ingat bagaimana detak jantungku, aku ingat bagaimana nafasku berhembus, aku ingat betapa tenangnya mata ku menghadapimu Tapi sekarang aku lupa cara melakukan itu semua, aku hanya mengingat mereka semua, tapi lupa cara ku melakukannya Aku bertingkah konyol, jantungku berdetak lebih cepat, nafasku berat, dan mataku tak pernah bisa tenang saat menatapmu Jujur aku mengatakan bahwa aku takut dengan apa yang aku lupakan Dan aku benci dengan apa yang telah ku bangun selama ini Aku kira menjadi jujur adalah jawabannya Ternyata jujur tidaklah lebih baik, kadang dia mengecewakanku Dan kamu, aku masih ingat betapa dekatnya kamu duduk disampingku, aku masih ingat betapa nyamannya kamu berbicara, aku masih ingat bahwa tatapanmu tidak seperti sekarang Kau begitu jauh, dan aku tidak pernah lagi mendengar kenyamanan saat kau bicara, bahkan aku tidak pernah m

Puisi Untukmu

  Kau mewarnai duniaku Mewarnai setiap kekuatanku Menutupi kekuranganku dengan warna indahmu