16 April 2018 : Sebuah notifikasi masuk kedalam inbox akun Gmailku. Betapa terkejutnya aku mendapatkan kabar bahwa abstrak yang aku kirimkan untuk konferensi di AIDS2018 yang dilaksanakan di Amsterdam, lolos untuk presentasi poster. Aku ingat betul betapa bahagianya saat itu, karya tulis yang sedianya hanya untuk prasyarat kelulusan tingkat S1 dapat diterima di sebuah konferensi Global, meskipun hanya untuk presentasi poster. Sungguh kebahagiaan yang luar biasa. Aku larut dalam haru, ku kabari orangtuaku, dosen pembimbingku dan orang-orang terdekatku. Aku berterimakasih kepada mereka semua. Berterimakasih atas kebaikan semesta menyadarkanku bahwa aku begitu layak dan berhak atas bahagia.
Setelahnya yang aku khawatirkan adalah permasalahan biaya. Jujur saja, dengan penghasilan Ibuku yang saat ini satu-satunya mendapatkan penghasilan aktif dan deposito Bapak yang tidak seberapa serta tanggungan ku untuk kedepan masih dan akan begitu banyak, aku begitu mengkhawatirkan hal yang satu ini. Dosen pembimbingku mengerti hal tersebut, dan berusaha mengajukannya ke fakultas untuk membiayai keberangkatanku ke Amsterdam.
23 April 2018: Pengajuan beasiswa kepada tim AIDS2018 ditolak. Aku tahu ini sangat kecil kemungkinannya. Pasti semua orang ingin untuk mendapatkan beasiswa ini dan pastinya banyak yang dinilai lebih layak untuk menerima beasiswa ini daripada aku.
28 April 2018: Aku berbincang dengan dua dosen pembimbingku terkait dengan rencana keberangkatan kami ke Amsterdam. Mengatur beberapa perijinan, mengatur alur pengurusan visa, keberangkatan, dsb. Aku terbang ke Eropa?? Mimpi apa aku Tuhan? Hahaha
2 Mei 2018 dan selanjutnya: Fakultas hanya memberikan biaya untuk registrasiku. Tiket pesawat dan akomodasi disana? Yah aku tidak tahu dan benar-benar tidak tahu. Yang aku katakan saat itu hanyalah sebuah usaha menghibur diri dan bersyukur atas kesempatan baik sampai saat itu yang sudah diberikan. Aku tidak mampu berharap lebih. Siapa aku?
Mimpiku tidak pernah murah dalam harga manusia. Bahkan menurut kemampuan ekonomiku, setiap mimpiku adalah mimpi-mimpi mahal yang dengan berani aku impikan bagaimanapun caranya. Mimpi tersebut membawaku kesini, disini, saat ini. Semuanya aku mulai dari kotak impianku yang murah tapi isinya tak pernah ada yang mampu mengira seberapa mahal.
Sekarang aku masih bermimpi, bagaimana aku mewujudkan mimpi mahal yang begitu banyak.
Semesta dengan caranya, selalu menyelipkan namamu dalam mimpi-mimpi yang aku bangun. Aku tahu kamu mungkin marah, silahkan. Mimpiku tak pernah salah. Eropa salah satu tempat kamu pernah mempunyai mimpi untuk kesana. Jerman. Biologi sel molekuler. Scientists. Impianmu yang aku kagumi dan tiba-tiba kau akhiri dengan ketakutanmu. Lihatlah aku, posisiku saat ini, semuanya dibangun dengan keberanianku bermimpi. Mimpi yang mustahil bagi mereka yang tidak percaya kekuatannya.
Bermimpilah sayang. Waktumu masih panjang. Semoga kamu tenang.
Komentar
Posting Komentar
Penulis dengan senang hati menerima setiap respon di kolom komentar, terimakasih sudah membaca dan terimakasih banyak jika berkenan meninggalkan jejak anda di komentar :)