Langsung ke konten utama

Mengingat kamu

Aku pernah mencoba menahan tangis
Dihadapan seorang yang amat kucintai dan kusayangi
Harusnya aku sudah tidak memiliki rasa itu
Harusnya aku sudah biasa saja mengingat setiap keping memori kami
Saat itu…

Yang bisa aku lakukan hanya mencoba mencerna kalimatnya
Mencoba membangun realita
Sambil terus menekan rasa sakit yang mulai timbul
Yang entah dimana letaknya secara pasti
Jika ada cermin saat itu, aku tahu air mukaku sudah tidak lagi damai
Ada kebingungan, kekagetan, keheranan, kemarahan, kesedihan, dan lainnya
Dan beberapa kalimat yang entah mengapa juga aku ungkapkan saat itu
Yang malah menambah kekeruhan pikirku saat mendengar dia menjawab apa yang aku ucapkan

Saat itu aku ingin mengungkapkan betapa rindunya aku
Ingin ku katakan bahwa saat itu aku sedang rindu – rindunya
Aku ingin mengatakan bahwa aku sedang mencoba memperbaiki diri saat itu
Aku ingin memaksa aku tidak mau perpisahan terjadi saat itu

Bahkan sampai saat ini, disetiap pulangku
Aku selalu melalui tempat perpisahan itu
Rasa perih yang seharusnya sudah hilang, masih dapat kurasakan saat mengingatnya
Gambaran nya masih jelas di benakku
Tingkahnya, raut mukanya, suaranya, aku mengingatnya dan merindukannya
Bimbang yang aku rasakan

Memaksakan hubungan membuatnya tak nyaman
Mengakhiri hubungan membuatku tak nyaman
Tapi bagaimana…
Perbincangan saat itu bukanlah sebuah diskusi
Tapi pembuatan keputusan sepihak
Yang mau tidak mau harus aku setujui
Toh kalaupun aku tidak setuju
Dia tetap akan melakukannya tanpa persetujuanku

Dia yang membuatku belajar membahagiakan seseorang dengan hal kecil hingga sesuatu yang tak ternilai rupiah
Yang membuatku belajar memahami seseorang
Jauh lebih dalam dan tanpa memaksa meminta dipahami
Hal – hal yang nampaknya bodoh
Tapi perlu dipahami oleh setiap insan yang terlibat dalam perkara cinta

Hari – hari bersamanya “setidaknya” aku merasakan ada cinta yang bisa ku bagi dan kuterima
Dimana aku bersemangat menyambut pagi untuknya
Melakukan sesuatu dan membuat senyumnya merekah
Meski aku sadar, senyum itu sangat langka aku dapatkan
Aku bukanlah senandung favorit untuk dia dengarkan ketika dia bosan
Aku bukanlah bacaan favorit untuk dia baca
Aku bukanlah tontonan favorit untuk dia lihat ketika dia perlu hiburan
Aku hanya senandung yang suka dia komentari karena suaraku cukup mengganggunya
Aku hanya cerita membosankan karena aku lebih sering diam
Aku hanya tontonan yang membuatku paham bahwa penampilanku sangat tidak pantas

Senang rasanya mengingat bahwa kami pernah bersama
Beberapa tempat di kota romansa ini selalu kuingat
Tempat pertama aku bertemu dengannya, di dekat tempat ibadah dan suara teman – temannya
Tempat dimana dia menerima coklat pertama dariku
Tempat dimana dia mendengar ungkapan perasaan ku yang pertama
Tempat dimana aku menunggunya sebelum mengantarkannya ke sekolah
Tempat dimana aku menurunkannya dekat gerbang sekolah
Tempat dimana aku menjemputnya sepulang sekolah yang mengundang pertanyaan dari teman – temannya
Tempat dimana dia mendapatkan sebuah buku dan menuliskan sesuatu di dalamnya yang tak boleh ku lihat
Tempat dimana aku terlambat menjemputnya di sore menjelang malam saat dia melakukan pemotretan buku tahunan
Tempat dimana aku dan dia menikmati pagi di sebuah restoran cepat saji
Tempat dimana dia membeli pakaian untuk keperluan pemotretan buku tahunan
Tempat dimana aku mengantarkan dia ke lokasi pemotretan, dimana dia sempat mengajakku masuk untuk mengantarnya, tapi teman – temannya sudah datang, jadi dia tak jadi mengajakku masuk
Tempat dimana dia berencana belajar bahasa untuk impiannya belajar di luar negeri
Tempat di kamarku dimana dia menungguku sebelum ku antar dia pulang
Tempat dimana aku menunggunya sepulang sekolah, sampai hujan mengguyur, dan aku harus kembali pulang untuk mengambil jas hujan agar dia tidak basah
Tempat dimana aku mengantarnya sore gerimis itu
Tempat dimana aku mengajaknya menonton, tapi dia tak mau, akhirnya kami hanya makan, lalu pulang lagi.
Tempat dimana dia memintaku diantar ke layanan kesehatan untuk mendapat pengobatan
Tempat dimana dia ku antarkan periksa ke layanan kesehatan yang lebih baik, sehingga dia akhirnya sembuh
Tempat dimana aku mengingatkannya untuk meminum obat secara teratur
Tempat dimana setelah beberapa hari tak berjumpa, dia ingin bertemu dan membicarakan sesuatu, yang ternyata menjadi tempat perpisahan kami
Tempat dimana aku mencoba memastikan dia pulang dengan aman saat aku tak bisa mengantarnya untuk terakhir kali
Tempat dimana aku berjumpa lagi dengannya setelah waktu yang cukup lama
Dan menjadi tempat terakhir kami bertemu hingga saat ini
Setelah kuserahkan sebuah buku bergambar wajahnya dan negara impiannya

Buku itu,
Aku pun harus berbohong demi bisa memberikannya secara langsung dan dapat melihatnya lagi
Buku itu sudah kurencanakan sejak lama
Namun, waktu tak mau kompromi dengan urusan kami
Dia mempercepat hubungan kami

Sebelum sempat aku mengucapkan selamat berulangtahun sebagai kekasihnya
Saat itu, tepat di tempat kamu mengambil buku itu
Setelah kau kembali ke rumahmu
Ku sempatkan berhenti, menengok dari cermin di motorku
Berharap kamu akan melihatku untuk yang terakhir kali dan tersenyum kepadaku
Tapi sampai saat ini, itu tetap menjadi harapan yang tak sampai

Sampai sekarang aku yang memaksa lelah
Hanya untuk berhenti dan menoleh bahkan menikmati waktu – waktu kita dulu
Waktu aku dan kamu masih mau berusaha menerima
Sebelum kamu yang merupakan bagian dari “kita” memutuskan menyerah
Aku sudah tidak percaya diri
Akan adanya kesempatan kedua
Aku yakin
Dimanapun kau disana
Kamu masih lebih jauh dariku
Kita, akan menjadi hal yang paling kau takuti untuk menjadi nyata di hari – hari nanti
Aku berusaha, memastikan
Kita, tak perlu kau khawatirkan
Aku sudah tidak kuasa berlagak percaya diri
Bahwa suatu hari, kamu dan aku menjadi kita
Hanya aka nada aku, yang mengagumi dirimu
Dan memori tentangmu
Tanpa kamu.
Tulisan ini, menjadi sebuah harapan bagiku
Untuk pikirku agar melupakan mu
Untuk jiwaku agar merelakanmu
Selamat malam, jika aku masih boleh memanggilmu “sayang” untuk yang terakhir.

Untuk S.R.B.S.K. 


Julian 31/01/2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

How to Conduct a Clinical Trial with Good Clinical Practice

Clinical trials are essential for developing new treatments and improving health outcomes for patients. However, conducting a clinical trial is not a simple task. It requires careful planning, execution, and reporting to ensure the quality and validity of the data and the safety and well-being of the participants. This is where Good Clinical Practice (GCP) comes in. GCP is an international ethical and scientific quality standard for designing, conducting, recording and reporting trials that involve the participation of human subjects 1 . GCP aims to provide a unified standard for the ICH regions (the European Union, Japan, the United States, Canada, Switzerland, Brazil, Australia and South Korea) to facilitate the mutual acceptance of clinical data by the regulatory authorities in these jurisdictions 2 . GCP is based on the principles of respect for human dignity, protection of human rights, and assurance of the welfare of the participants 2 . GCP also ensures that the data generated f...

Surat titik-titik #1

Halo pembaca setia topengmalam's blog hahaha Thanks buat yang rajin mengunjungi blog ini, thanks buat yang selalu baca, apalagi komentar dan di share. Yok yok jangan lupa komentar dan share yaaa... Jadi, ini aku nulis surat buat seseorang (seseorang). Tanggal 8-3-2016 tepatnya, surat ini seharusnya menjadi rahasia. Maka dari itu, nama dan beberapa hal aku ganti dengan "......." (titik-titik). Maaf karena belum saatnya aku isi titik-titik itu dengan hal yang sebenarnya ada. Terimakasih sudah mampir, selamat membaca surat ini. Halo B*****m… hehehe Apa kabar ? Baik kan pasti? Terus terang aja ya, masih susah buat aku untuk berusaha membohongi diriku sendiri kalo aku tidak tertarik dengan mu. Aku masih sangat-sangat tertarik sama kamu. Maaf banget kalo aku harus jujur dan bikin semua kacau, bikin relasi kita rusak dll. Salah satu hal yang aku pengen tahu tuh sebenernya adalah, apa kamu ....... juga atau apa? Mungkin kesalahan terbesar jika pertanyaan ini akhirn...

Sorry to post this

Rasanya sudah cukup di tahun ini, menjatuhkan hati dengan sengaja dan belajar mencintai seseorang. Tapi aku merasa belum cukup dalam belajar melepaskan orang yang aku cintai, entah mengapa aku masih begitu peduli. Seakan-akan aku masih mencintai dia, tapi aku juga tidak tahu apakah aku benar-benar masih mencintai dia apa hanya suatu ilusi belaka.