25 Juni 2016
Sinar mentari tampaknya belum cukup menghangatkan jiwa-jiwa yang semalam kedinginan menanti kepastian. Cerah memang cuaca pagi ini, tapi nampaknya beberapa wajah sendu juga menghiasi cerahnya pagi ini. Ya mungkin saja bagi mereka mendung itu hari yang mereka idam-idamkan, karena sama dengan situasi dan rapuhnya awan dalam dinding hati mereka.
Alunan kaki yang berdetak sepanjang pagi ini cukup banyak menyita perhatian bagi memori-memori ku yang entah sudah berapa banyak dihabiskan. Mereka mengalun bak ayunan reot yang bergeretak tiap kali ada yang mencoba menaikinya.
Aaaah, inikan baru pagi. Lalu mengapa mataku selalu mencari keberadaan senja. Dasar kau tak tahu diri, bukankah kau tahu bahwa senja sudah pulang ke rumah kemarin. Berpamitan dengan malam yang datang lalu berganti pagi.
Jangan berlagu seperti anak-anak. Mereka mungkin menghibur hati-hati tua yang kesepian. Tapi apa mereka apa yang ada dalam hati-hati itu.
Tuhkan jatuh, jatuhkan saja butiran air itu. Tetes demi tetes lama-lama juga banjir air matamu. Mereka mungkin sudah lama kau paksa berdiam di kelopakmu yang anggun. Tapi mengapa tak kau biarkan saja mereka pergi. Setidaknya kau tidak perlu menyimpan mereka lagi. Apa tidak berat bagimu, menggendong lautan dimatamu. Tidakkah cukup bagimu memiliki hati yang sudah mengeras pagi ini. Biarkan saja mereka pergi. Siapa tahu mampu mengobati hatimu yang kering dan kehausan.
Ada saatnya mungkin kau harus menyimpan rahasiamu. Tapi matamu, dia bagai cermin yang memantulkan apa yang ada di dalammu. Sudahlah lepaskan saja kacamatamu. Hanya membuatmu nampak lebih lucu saat menyembunyikan bebanmu.
Berhitung 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.
Diangka mana kau menganggapku aneh. Diawal? Diangka 5? Atau tidak ada anggapan aneh?
Coba kau berjalan mundur, dari sekarang ke hari yang lalu… apa kau sanggup? Hmmm… dari aroma mu aku yakin pasti kau sanggup. Tapi dari matamu, aku ragu kau bisa kembali kesini. Banyak ikan yang biasa disebut kenangan dimatamu dank au begitu takut menatapnya, untuk itu kau gunakan kacamata itu.
Tatap saja semua ikan itu, tak ada hal yang perlu kau takuti dengan kenangan. Jika kau tak mampu berlama-lama, berpegangan saja pada tiang dibelakangmu. Itu jika kamu takut ikan-ikan mengajakmu basah bersama mereka.
Sudah ya, sudah saatnya aku pergi. Mungkin aku akan tertidur. Entahlah sepulas apa nanti. Tapi jangan bangunkan aku…
Tunggu-tunguuuu,,,
Tolong bangunkan aku… tapii… ada syaratnya…
Bangunkan aku JIKA senja ingin bertemu denganku. Kalau tidak, sudah biarkan aku bermimpi saja, sampai aku bertemu dia disana.
Sudah-sudah. Hati-hati. Aku tunggu kau kembali.
Tertanda: Julian Nathanael
Sinar mentari tampaknya belum cukup menghangatkan jiwa-jiwa yang semalam kedinginan menanti kepastian. Cerah memang cuaca pagi ini, tapi nampaknya beberapa wajah sendu juga menghiasi cerahnya pagi ini. Ya mungkin saja bagi mereka mendung itu hari yang mereka idam-idamkan, karena sama dengan situasi dan rapuhnya awan dalam dinding hati mereka.
Alunan kaki yang berdetak sepanjang pagi ini cukup banyak menyita perhatian bagi memori-memori ku yang entah sudah berapa banyak dihabiskan. Mereka mengalun bak ayunan reot yang bergeretak tiap kali ada yang mencoba menaikinya.
Aaaah, inikan baru pagi. Lalu mengapa mataku selalu mencari keberadaan senja. Dasar kau tak tahu diri, bukankah kau tahu bahwa senja sudah pulang ke rumah kemarin. Berpamitan dengan malam yang datang lalu berganti pagi.
Jangan berlagu seperti anak-anak. Mereka mungkin menghibur hati-hati tua yang kesepian. Tapi apa mereka apa yang ada dalam hati-hati itu.
Tuhkan jatuh, jatuhkan saja butiran air itu. Tetes demi tetes lama-lama juga banjir air matamu. Mereka mungkin sudah lama kau paksa berdiam di kelopakmu yang anggun. Tapi mengapa tak kau biarkan saja mereka pergi. Setidaknya kau tidak perlu menyimpan mereka lagi. Apa tidak berat bagimu, menggendong lautan dimatamu. Tidakkah cukup bagimu memiliki hati yang sudah mengeras pagi ini. Biarkan saja mereka pergi. Siapa tahu mampu mengobati hatimu yang kering dan kehausan.
Ada saatnya mungkin kau harus menyimpan rahasiamu. Tapi matamu, dia bagai cermin yang memantulkan apa yang ada di dalammu. Sudahlah lepaskan saja kacamatamu. Hanya membuatmu nampak lebih lucu saat menyembunyikan bebanmu.
Berhitung 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.
Diangka mana kau menganggapku aneh. Diawal? Diangka 5? Atau tidak ada anggapan aneh?
Coba kau berjalan mundur, dari sekarang ke hari yang lalu… apa kau sanggup? Hmmm… dari aroma mu aku yakin pasti kau sanggup. Tapi dari matamu, aku ragu kau bisa kembali kesini. Banyak ikan yang biasa disebut kenangan dimatamu dank au begitu takut menatapnya, untuk itu kau gunakan kacamata itu.
Tatap saja semua ikan itu, tak ada hal yang perlu kau takuti dengan kenangan. Jika kau tak mampu berlama-lama, berpegangan saja pada tiang dibelakangmu. Itu jika kamu takut ikan-ikan mengajakmu basah bersama mereka.
Sudah ya, sudah saatnya aku pergi. Mungkin aku akan tertidur. Entahlah sepulas apa nanti. Tapi jangan bangunkan aku…
Tunggu-tunguuuu,,,
Tolong bangunkan aku… tapii… ada syaratnya…
Bangunkan aku JIKA senja ingin bertemu denganku. Kalau tidak, sudah biarkan aku bermimpi saja, sampai aku bertemu dia disana.
Sudah-sudah. Hati-hati. Aku tunggu kau kembali.
Tertanda: Julian Nathanael
Komentar
Posting Komentar
Penulis dengan senang hati menerima setiap respon di kolom komentar, terimakasih sudah membaca dan terimakasih banyak jika berkenan meninggalkan jejak anda di komentar :)