Langsung ke konten utama

Mencintai tanpa alasan

There Is No Reason For Love 
Selamat Hari Minggu semuanya.
Gimana seminggunya?? Bahagia? Capek? Sedih? Apa biasa aja? Hahaha
Pasti adakan seminggu ini yang buat kalian berkesan. Entah suatu ujian, ataupun berkat, dalam seminggu ini Tuhan pasti tidak berhenti memberikan suatu hal baru dalam hidup kalian. Nah, apa hal itu? Coba direnungkan duluuu…
Okee… silahkan direnungkan dalam malam gelap kalian ya hahaha
Hari ini, Minggu 20/3/2016 aku ikut ibadah sore jam 18.00 di GKJ Gondokusuman. Gereja depan kampus Duta Wacana. Kenapa kok sore? Karena paginya susah bangun, kalopun bangun nanti di gereja ngantuk, jadi aku putuskan untuk gereja sore aja. Puji Tuhan ndak Hujan juga.
Seperti biasa, ibadah pada umunya saja. Namun, ada satu pesan yang saya tangkap ketika Pak Pendeta Khotbah. Ditengah-tengah saya mendegarkan beliau, dan di tengah-tengah pikiran saya yang melayang kesana kemari (membawa alamaat!) eh bukan itu lagunya ayu ting-tong yaa. Ya jadi di tengah-tengah saya melamun, tiba-tiba pak Pendeta nyelethuk nyebut-nyebut “CINTA”. Otak saya yang lagi bergumam lagu ayu ting-tong alamat palsu tadi *ini becanda* otomatis langsung terfokuskan sama materi khotbah pak Pendeta.
“Penyair yang terkenal, Sudjiwo Tedjo dalam salah satu bait puisi nya tentang CINTA. Dia menyebutkan begini, Jika kamu masih punya alasan dalam mencintai. Cintamu tidak benar-benar tulus.”
Kata-kata Sudjiwo Tedjo tadi ditambahkan begini sama Pak Pendeta. “Cinta itu bagaikan bunga, dia mekar tanpa memperdulikan siapa yang melihat. Bahkan bunga di Hutan, dimana tidak ada yang melihatpun, bunga akan tetap mekar, begitulah seharusnya CINTA.”
Disini aku ndak bakal bahas dari theologinya ya, hehehe. . . . .
Oke, aku selalu terngiang-ngiang memang dengan pernyataan mengenai CINTA di atas. Bahwa, dalam mencintai kita tidak membutuhkan suatu alasan. Tapi, bagaimana kah itu bisa? Bukankah kita mencintai seseorang karena ada sesuatu dari dirinya? Dan hal itu pasti merupakan suatu alasan bagi kita dalam mencintainya. Bagaimana seharusnya hal itu?
Hmmm, aku ngaku dulu deh kalo aku belum pernah pacaran. Huhuhuhu *ndak tanyak*
Jadi nanti terserah kalo mau nganggep aku pinter teori doang, tapi ndak pernah praktek. Yaaa whatever lah kalian mau ngomong apa ya? Ini kan blog aku, siapa suruh kalian baca. Huahahaha *kidding*
Oke, jadi menurutku memang kiasan diatas mengenai CINTA itu memanglah benar guys. Disini bukan berarti kita tidak boleh memiliki alasan dalam mencintai seseorang. Bayangkan aja gini, lu lagi jalan nih, tiba-tiba ada mobil ferari lewat depan lu, eh lu jatuh cinta deh sama tuh mobil. Dari analogi diatas, itu aja bisa keliatan ya. It’s impossible buat jatuh cinta sama sesuatu atau bahkan seseorang yang ndak pernah kita ketahui wujud dan rupa nya.
Yang jatuh cinta lewat medsos. Nah, ini kan juga pasti ada alasan. “Karena tiap kali chat, gue ngerasa nyaman” cuiiiiih…. Emang tiap kali kalian chat, kamu ditimang-timang kok bisa nyaman. Hahaha… intinya tetep ada alasan lah untuk mencintai seseorang.
Yang jadi masalah adalah, dalam proses kita mencintai nanti, bukan alasan itu yang menjadi titik focus kita. Bukan alasan kita mencintainya lah yang akhirnya menjadikan kita pacaran atau menjalin hubungan sama seseorang.
Alasan kalian akan hilang suatu saat, seiring bertambahnya/berkurangnya intensitas kalian bertemu, dan meningkatnya masalah yang tak kunjung berakhir dan datang bertubi-tubi dalam hubungan kalian. Percaya deh, kalo alasan kalian mencintai mereka dulu sedikit-demi sedikit akan pudar. *terus nyanyi lagu rossa, kurasakan pudar dalam hatiku, rasa cinta yang ada untuk dirimu, ku lelah dengan semua yang ada, ingin ku lepas semuaaaaa*
Itu yang akan terjadi ketika alasan mencintai seseorang menjadi pondasi dalam hubungan kalian. Alasan itu bak kesan awal guys, kesan kita terhadap seseorang pada bagian superficialnya pada bagian permukaan. Kalian butuh tahu alasan kalian itu bener apa enggak, dengan semakin intens menjalin hubungan dengan mereka. Entah apapun cara kalian.
Disini, yang seharusnya dilakukan adalah bahwa alasan itu cukuplah menjadi alasan. Alasan kalian mencintai dia tidak akan bertahan lama. Kamu mencintai dia karena dia peduli, karena dia baik, karena dia romantis, karena dia ganteng, karena dia cantik, karena dia cool *lu kira kulkas*, karena dia bla bla bla bla…
Saat semua karena itu tadi hilang, atau berkurang, atau berubah. Terus kalian bilang “Kamu berubaaah,” “Kamu bukan yang dulu aku kenal,” “Aku benci kamu sekarang, aku suka kamu dulu, sebelum kamu berubah,”
Kasian dong kalo dia power rangers, atau spiderman, atau siapapun hero-hero itu. Tiap kali berubah jadi hero, pacarnya dating “Yaaaank, kamu berubah. Aku benci, aku ndak suka. Kita Putus.” Heronya bengong kek orang begok, plonga-plongo. Penjahatnya kabur semua. Dipecat dia dari kerjaan heronya. Kan kasian. (Tragis)
Kalo kalian cinta sama seseorang, jalani kisah itu guys. Alasan biarlah menjadi awal kalian mencintainya. Dan sesuaikanlah alasan kalian seiring berjalannya proses hubungan kalian. Jangan memegahkan alasan, bahkan menjadikan patokan atau ukuran bagi seseorang yang kalian cintai. Suatu saat dan pasti, bahwa semua orang akan berubah. Menyesuaikan diri dengan kondisi mereka, kondisi lingkungan dan kondisi ilmu serta pengetahuan mereka.
Maka, jangan cintai seseorang dengan alasan apapun. Dalam prosesnya, hilangkan alasan-alasan kamu mencintainya. Just love her/him. Dan saling mencintailah kalian tanpa alasan.
Pesan buat yang nulis: mbok buruan nyari pacar! Jangan nasehatin orang terus! Huhuhu, cariin pacar doong *eeeh*

Buaybuaaaaayyyyy, see ya in the next post bro sis…

Julian Nathanael

20/3/2016 20.08 WIB

Komentar

  1. It will be my favorite post ever (y)

    BalasHapus
  2. Postingan apaan alayy ������
    Cari pacar cariiiiiii pake usaha

    BalasHapus

Posting Komentar

Penulis dengan senang hati menerima setiap respon di kolom komentar, terimakasih sudah membaca dan terimakasih banyak jika berkenan meninggalkan jejak anda di komentar :)

Postingan populer dari blog ini

How to Conduct a Clinical Trial with Good Clinical Practice

Clinical trials are essential for developing new treatments and improving health outcomes for patients. However, conducting a clinical trial is not a simple task. It requires careful planning, execution, and reporting to ensure the quality and validity of the data and the safety and well-being of the participants. This is where Good Clinical Practice (GCP) comes in. GCP is an international ethical and scientific quality standard for designing, conducting, recording and reporting trials that involve the participation of human subjects 1 . GCP aims to provide a unified standard for the ICH regions (the European Union, Japan, the United States, Canada, Switzerland, Brazil, Australia and South Korea) to facilitate the mutual acceptance of clinical data by the regulatory authorities in these jurisdictions 2 . GCP is based on the principles of respect for human dignity, protection of human rights, and assurance of the welfare of the participants 2 . GCP also ensures that the data generated f...

Surat titik-titik #1

Halo pembaca setia topengmalam's blog hahaha Thanks buat yang rajin mengunjungi blog ini, thanks buat yang selalu baca, apalagi komentar dan di share. Yok yok jangan lupa komentar dan share yaaa... Jadi, ini aku nulis surat buat seseorang (seseorang). Tanggal 8-3-2016 tepatnya, surat ini seharusnya menjadi rahasia. Maka dari itu, nama dan beberapa hal aku ganti dengan "......." (titik-titik). Maaf karena belum saatnya aku isi titik-titik itu dengan hal yang sebenarnya ada. Terimakasih sudah mampir, selamat membaca surat ini. Halo B*****m… hehehe Apa kabar ? Baik kan pasti? Terus terang aja ya, masih susah buat aku untuk berusaha membohongi diriku sendiri kalo aku tidak tertarik dengan mu. Aku masih sangat-sangat tertarik sama kamu. Maaf banget kalo aku harus jujur dan bikin semua kacau, bikin relasi kita rusak dll. Salah satu hal yang aku pengen tahu tuh sebenernya adalah, apa kamu ....... juga atau apa? Mungkin kesalahan terbesar jika pertanyaan ini akhirn...

Sorry to post this

Rasanya sudah cukup di tahun ini, menjatuhkan hati dengan sengaja dan belajar mencintai seseorang. Tapi aku merasa belum cukup dalam belajar melepaskan orang yang aku cintai, entah mengapa aku masih begitu peduli. Seakan-akan aku masih mencintai dia, tapi aku juga tidak tahu apakah aku benar-benar masih mencintai dia apa hanya suatu ilusi belaka.